Pandemi Covid-19 telah mengubah banyak hal dalam kehidupan keseharian kita. Sejak mewabahnya virus ini, pemerintah menetapkan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), dan ini membatasi interaksi sosial kita secara langsung. Keadaan ini memaksa kita untuk menghadapi kebiasaan dan cara-cara yang baru. Baik itu perekonomian, sosial masyarakat, kesehatan, konsumsi, bahkan pendidikan termasuk perguruan tinggi dan penelitian ilmiah.

Pada 31 Agustus 2020 lalu, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengadakan Webinar dengan tajuk “Transformasi Metode Digital untuk Penelitian Sosial dan Humaniora di Masa Pandemi COVID-19”. Adaptasi Kebiasaan Baru telah membawa perubahan pada strategi penelitian di lembaga penelitian khususnya bidang Sosial dan Humaniora. Bagi lembaga riset, masa pandemi membawa keterbatasan bagi para peneliti, sehingga harus ada strategi baru yang dikembangkan. “Metode riset digital adalah strategi baru yang dikembangkan dalam upaya pengumpulan dan pengolahan data maupun visualisasi,” terang Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan LIPI, Tri Nuke Pudjiastuti pada webinar 31/8/20.

Ini memudahkan para peneliti untuk dapat mengumpulkan data primer dan sekunder tanpa tatap muka secara langsung. Sehingga pemanfaatan metode penelitian berbasis digital dapat menjadi kekuatan baru bagi penelitian sosial dan humaniora, khususnya visualisasi hasil riset, skala penelitian dan intensifikasi wakktu penelitian. Metode digital bukan merupakan pengganti riset-riset lapangan, tetapi menjadi pelengkap tersendiri yang sudah tidak bisa diabaikan lagi, mengingat adanya adaptasi perubahan pada masyarakat di era revolusi industri 4.0. Nuke mengatakan, “Pengembangan metode riset digital ini, bukan berarti tatap muka fisik ketika melakukan penelitian lapangan akan ditinggalkan. Tetapi kegiatan lapangan tatap muka masih diperlukan dan tidak tergantikan.” Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi LIPI, Bachtiar Rifai, menyebutkan pemanfaatan metode digital bukan berarti menghilangkan metode konvensional yang telah terbangun dalam reputasi ilmiah penelitian, Namun pengembangan metode ini justru berperan dalam melengkapi metode yang telah ada, utamanya sebagai salah satu alternatif terbaik di tengah pandemi Covid-19.

Bachtiar juga mengatakan bahwa metode digital relatif lebih efisien secara waktu dengan ketiadaan mobilitas subjek peneliti ke objek penelitian. Salah satu keunggulannya ialah mengurangi sekat atas dimensi keruangan, waktu dan jarak antara peneltii dan objek penelitian, sehingga diharapkan mampu mendekati kondisi selayaknya interaksi langsung. Peneliti Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya LIPI, Ibnu Nadzir, menjelaskan metode riset digital dari sisi pendekatan etnografi adalah sangat adaptif terhadap objek kajian yang diteliti termasuk pada keragaman variasi perangkat digital. Etnografi adalah salah satu metode yang relevan dalam konteks riset di tengah pandemi, karena pendekatannya disesuaikan dengan objek kajian ang diteliti termasuk pada keragaman variasi dari perangkat digital.

Pengumpulan data secara digital ini bukan hal baru di ranah penelitian sosial humaniora. Dimulai tahun 1990 dengan pergeseran publikasi cetak ke publikasi digital seperti open-access repositories. Penggunaan survei berbasis daring untuk pengumpulan data primer dan retrieving data melalui Big Data pun telah dilakukan. Pada tahun 2001 dirintis pelaksanaan penelitian etnografi berbasis internet, kemudian penggunaan platform-platform survei berbasis daring seperti SurveyMonkey atau Googleform. Inovasi instrumen-instrumen riset berbasis internet terus berkembang pesat. Hal ini sangat membantu peneliti untuk riset berskala besar dalam waktu singkat dan lokasi yang sulit dijangkau peneliti melalui interaksi langsung. Namun, meski dinilai membantu, pengumpulan data berbasis daring ini menyisakan dilema secara epistimologis, yakni apakah kegiatan pengumpulan data mampu diterima secara prinsip dasar ilmiah penelitian. “Selain itu muncul kekhawatiran bila tidak mampu menangkap fenomena-fenomena sosial selayaknya penelitian yang bersifat pengamatan secara langsung yang terlibat dengan objek penelitian. Perlu dilakukan seleksi instrumen penelitian berbasis online yang dapat diterima secara akademis,” tutupnya.

Hal ini sangat penting karena ilmu humaniora terbukti dapat membawa perubahan di suatu negara. DI negara-negara seperti Jepang, Amerika, China, dan Singapura, ilmu sosial dan humaniora menjadi landasan kebijakan ekonomi secara langsung maupun tidak langsung. Ilmu sosial dan humaniora juga sebagai soft power untuk memperkuat kepentingan nasional dan membela kepentingan bangsa, serta dapat menjadi instrumen untuk membawa perdamaian dan stabilitas di kawasan. Ilmu sosial dan humaniora dalam studi kasus Tiongkok/CASS dan Rusia/RAS memberi arah pembangunan negara. Bahkan, ilmu ini menjadi ujung tombak untuk menyelesaikan masalah-masalah kebutuhan dasar manusia.

Sumber

  1. lipi.go.id, Transformasi Klirens Etik Riset Sosial dan Humaniora di Masa Pandemi COVID-19, 24 Juni 2020.
  2. lipi.go.id, Konsep Metode Digital, Strategi Pengembangan Riset Sosial dan Humaniora di Era Adaptasi Kebiasaan Baru, 1 Sep 2020.
  3. Bidang Sosial Humaniora Dalam Kerangka Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dalam Workshop “Membangun Sinergi dan Kolaborasi dalam Rangka lmplementasi Prioritas RisetNasional (PRN) Bidang Sosial-Humaniora”.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *