Pada Rabu (3/2) SII menggelar webinar kedua di tahun 2021 dalam rangka mengenang Syahid Murtadha Muthahari,  seorang cendekiawan di antara tiga tokoh yang memprakarsai Revolusi Islam Iran, bersama Imam Khomeini dan Ali Syariati. Acara dibuka oleh sang moderator, Ir. Ahmad Jubaeli, dan disertai lantunan ayat suci Al-Qur’an. Webinar ini dihadiri 107 peserta dan diisi oleh empat pemateri dari perspektif yang berbeda.

Pemateri pertama adalah Dr. Hastangka, yang merupakan peneliti pusat Studi Pancasila UGM dan UPN Yogyakarta, dan juga merupakan dosen tetap Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Beliau membawakan materi dalam perspektif Filsafat Pancasila dan Nasionalisme, di mana kita dapat membandingkan antara revolusi Iran yang dilandasi oleh filsafat Islam, dan perjuangan Indonesia yang dilandasi oleh kearifan lokal yang kemudian dikembangkan menjadi filsafat Pancasila. Baik Iran dan Indonesia yang walaupun berbeda, tetap memiliki kesamaan, baik dari sistem ontologi maupun epistemologinya, menuju sistem filsafat manusianya. Beliau juga membandingkan Murtadha Muthahari dengan sejumlah tokoh pahlawan nasional.

Webinar dilanjutkan oleh seorang aktivis Filsafat yang memulai pencariannya di awal tahun 90-an, yakni Ustadz A.M. Safwan. Beliau memaparkan bagaimana pemikiran Murtadha Muthahari masuk ke Indonesia, beserta pemikiran-pemikiran filsafat dan politik Islam seperti Ali Syariati, Imam Khomeini, dan Mishbah Yazdi. Beliau menjelaskan bahwa pada awalnya pemikiran Muthahari menjadi jalan alternatif ketika terjadi kebuntuan intelektual saat itu, hingga kemudian banyak digemari oleh para aktivis filsafat. Beliau menjelaskan bahwa pemikiran Muthahari berkembang sangat pesat di kalangan aktivis kampus. Ini sempat disinggung oleh Dr. Hastangka, bahwa pemikiran filsafat Islam dipelopori dan dikembangkan oleh para filsuf Persia. Maka Iran dan para cendekiawan kontemporernya juga memiliki posisi yang penting dalam perkembangan dan penyebaran filsafat Islam.

Kemudian berkaitan dengan psikologi, Dr. Khalid Al-Walid memaparkan bahwa Murtadha Muthahari juga membahas tentang manusia, yang berbeda dengan Ibn Khaldun dan cendekiawan Barat sebelumnya. Muthahari meyakini bahwa akan adanya kesatuan pandangan yang akan mempengaruhi hampir sebagian masyarakat dunia untuk membentuk suatu masyarakat dunia. Tetapi problem yang terjadi pada saat ini ialah tidak tepatnya memilah mana yang hakiki dan mana yang I’tibari, bahwa manusia memperjuangkan kebebasan sosial tanpa mempedulikan kebebasan rohani. Pandangan Muthahari tentang sosiologi diturunkan dari pandangan metafisika Hikmah Muta’aliyyah (Kebijaksanaan Utama), bahwa realitas wujud itu tunggal tetapi bergradasi. “Bahwa pada hakikatnya suatu struktur masyarakat berada dalam satu ketunggalan hakiki, namun juga memiliki keragaman yang bersifat relatif. Jadi segala keragaman sosial-budaya dan bahasa merupakan gradasi dari satu ketunggalan yang sifatnya i’tibari, yang kemudian akan menuju kepada ketunggalan itu sendiri. Inilah pandangan sosiologi Murtadha Muthahari”, Dr. Khalid memaparkan.

Webinar diakhiri dengan membaca pemikiran Murtadha Muthahari dari perspektif pendidikan. Dr. H. Robby H. Abror mengatakan bahwa banyak yang dapat kita teladani dari perjuangan Syahid Muthahari, baik dari sisi intelektualitasnya, kearifannya, kesalehannya, bahkan keberaniannya untuk menggulingkan rezim yang zalim. Muthahari menjadikan filsafat sebagai salah satu senjata revolusi, di samping teologi dan irfan. Ayatullah Khomeini mengatakan bahwa karya-karya Muthahari adalah basis atau infrastruktur intelektual Republik Islam Iran. Pendidikan yang diajarkan oleh Syahid Murtadha Muthahari adalah menyelaraskan antara teori dan praktik, yaitu bagaimana mengimplementasikan filsafat, Al-Qur’an, teologi, irfan, dan ilmu-ilmu lainnya, dalam kehidupan sehari-hari. Murtadha Muthahari memiliki peran sentral dalam kemajuan Republik Islam Iran. Imam Khomeini mengungkapkan syair untuk mengenang kesyahidannya:

Islam itu tumbuh berkembang

Lewat pengorbanan dan kesyahidan

Pribadi-pribadi yang mulia

Sejak turun wahyu hingga hari ini Islam selalu ditemani oleh kesyahidan dan kepahlawanan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *